Definisi Berpikir Kritis
Berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan tingkat tinggi yang sangat penting
diajarkan kepada siswa selain keterampilan
berpikir kreatif. Berikut
ini disajikan 10 buah definisi mengenai berpikir
kritis (keterampilan berpikir kritis).
- Definisi berpikir kritis menurut Ennis (1962) : Berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan.
- Definisi berpikir kritis menurut Beyer (1985) : Berpikir kritis adalah kemampuan (1) menentukan kredibilitas suatu sumber, (2) membedakan antara yang relevan dari yang tidak relevan, (3) membedakan fakta dari penilaian, (4) mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi yang tidak terucapkan, (5) mengidentifikasi bias yang ada, (6) mengidentifikasi sudut pandang, dan (7) mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan.
- Definisi berpikir kritis menurut Mustaji (2012): Berpikir kristis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Berikut adalah contoh-contoh kemampuan berpikir kritis, misalnya (1) membanding dan membedakan, (2) membuat kategori, (2) meneliti bagian-bagian kecil dan keseluruhan, (3) menerangkan sebab, (4) membuat sekuen / urutan, (5) menentukan sumber yang dipercayai, dan (6) membuat ramalan.
- Definisi berpikir kritis menurut Walker (2006) :Berpikir kritis adalah suatu proses intelektual dalam pembuatan konsep, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis, dan atau mengevaluasi berbagai informasi yang didapat dari hasil observasi, pengalaman, refleksi, di mana hasil proses ini diguanakan sebagai dasar saat mengambil tindakan.
- Definisi berpikir kritis menurut Hassoubah (2007):Berpikir kritis adalah kemampuan memberi alasan secara terorganisasi dan mengevaluasi kualitas suatu alasan secara sistematis.
- Definisi berpikir kritis menurut Chance (1986) :Berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis fakta, mencetuskan dan menata gagasan, mempertahankan pendapat, membuat perbandingan, menarik kesimpulan, mengevaluasi argumen dan memecahkan masalah.
- Definisi berpikir kritis menurut Mertes (1991) :Berpikir kritis adalah sebuah proses yang sadar dan sengaja yang digunakan untuk menafsirkan dan mengevaluasi informasi dan pengalaman dengan sejumlah sikap reflektif dan kemampuan yang memandu keyakinan dan tindakan.
- Definisi berpikir kritis menurut Paul (1993) :Berpikir kritis adalah mode berpikir – mengenai hal, substansi atau masalah apa saja – di mana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual padanya.
- Definisi berpikir kritis menurut Halpern (1985) :Berpikir kritis adalah pemberdayaan kognitif dalam mencapai tujuan.
- Definisi berpikir kritis menurut Angelo (1995):Berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenali permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan serta mengevaluasi.
Berpikir
kristis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan
pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan.
Menurut Perkin (1992), berpikir kritis itu memiliki 4
karakteristik, yakni
(1) bertujuan untuk mencapai penilaian yang kritis
terhadap apa yang akan kita terima atau apa yang akan kita lakukan dengan
alasan logis,
(2) memakai
standar penilaian sebagai hasil dari berpikir kritis dan membuat keputusan,
(3) menerapkan
berbagai strategi yang tersusun dan memberikan alasan untuk menentukan dan
menerapkan standar,
(4) mencari dan menghimpun informasi yang dapat
dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang dapat mendukung suatu penilaian.
Sedangkan Beyer
(1985) mengatakan bahwa kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan
(1) menentukan
kredibilitas suatu sumber,
(2) membedakan antara yang relevan dari yang tidak
relevan,
(3) membedakan
fakta dari penilaian,
(4) mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi yang
tidak terucapkan,
(5)
mengidentifikasi bias yang ada,
(6)
mengidentifikasi sudut pandang, dan
(7)
mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan,
Menurut Harris, Robert (1998) indikasi kemampuan
berpikir kristis ada 13, yakni (1) analytic, (2) convergent, (3) vertical, (4)
probability, (5) judgment, (6) focused, (7) Objective, (8) answer, (9) Left
brain, (10) verbal, (11) linear, (12) reasoning, (13) yes but.
Berpikir kritis menurut Schafersman, S.D. (1991)
adalah berpikir yang benar dalam rangka mengetahui secara relevan dan reliable
tentang dunia. Berpikir kritis, adalah berpikir beralasan, mencerminkan,
bertanggungjawab, kemampuan berpikir, yang difokuskan pada pengambilan
keputusan terhadap apa yang diyakini atau yang harus dilakukan. Berpikir kritis
adalah berpik mengajukan pertanyaan yang sesuai, mengumpulkan informasi yang
relevan, mengurutkan informasi secara efisien dan kreatif, menalar secara
logis, hingga sampat pada kesimpulan yang reliable dan terpercaya.
2.2 Ciri atau indicator berfikir kritis
Angelo (dalam Achmad, 2007)
mengidentifikaasi lima indikator yang sistematis dalam berpikir
kritis, yaitu
sebagai berikut :
1. Keterampilan Menganalisis
Keterampilan menganalisis
merupakan keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen
agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Kata-kata operasional yang
mengindikasikan keterampilan berpikir kritis, diantaranya : memerinci, menyusun
diagram, membedakan, mengidentifikasi, mengilustrasikan, menyimpulkan,
menunjukkan,menghubungkan, memilih,
memisahkan, dan membagi (Arikunto, 2010 : 138).
2. Keterampilan Mensintesis
Keterampilan mensintesis
adalah keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau
susunan yang baru. Pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadankan
semua informasi yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat
menciptakan ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit didalam
bacaannya. Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir
sintesis, diantaranya:mengategorikan, mengombinasikan, mengarang, menciptakan,
menjelaskan, mengorganisasikan, menyusun, menghubungkan, merevisi, menuliskan
kembali dan menceritakan (Arikunto,2010:138
3. Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah
Keterampilan ini merupakan
keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini
menuntut pembaca untuk memahami bacaaan dengan kritis sehingga setelah kegiatan
membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga
mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini adalah agar pembaca mampu
memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan. Kata-kata
operasional yang mengindikasikan keterampilan mengenal dan memecahkan masalah
diantaranya : mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, mengoperasikan,
meramalkan, menyiapkan, menghasilkan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan
dan menggunakan
4. Keterampilan Menyimpulkan
Keterampilan menyimpulkan
menuntut pembaca untuk mampu menguraikan dan memahami bebagai aspek secara
bertahap agar sampai kepada suatu formula baru, yaitu sebuah kesimpulan. Proses
pemikiran manusia itu sendiri dapat menempuh dua cara, yaitu : deduksi dan
induksi. Jadi, kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir yang memberdayakan pengetahuannya
sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan yang baru.
Kata-kata operasional yang mengindikasikan kemampuan menyimpulkan adalah :
menjelaskan, memerinci, menghubungkan, mengategorikan, memisah dan menceritakan
5. Keterampilan mengevaluasi atau menilai
Keterampilan ini menuntut
pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria
yang ada. Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan penilaian
tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu. Dalam taksonomi
Bloom, keterampilan mengevaluasi merupakan tahap berpikir kognitif yang paling
tinggi. Pada tahap ini siswa dituntut agar ia mampu mensinergikan aspek-aspek
kognitif lainnya dalam menilai sebuah fakta atau konsep. Kata-kata operasional
yang mengindikasikan kemampuan mengevaluasi atau menilai adalah : menilai,
membandingkan, menyimpulkan, mengkritik, mendiskrisikan, menafsirkan,
menerangkan, memutuskan (Arikunto,2010:138).
2.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi berfikir kritis
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi berpikir kritis siswa, diantaranya:
1) Kondisi
fisik: menurut Maslow dalam Siti Mariyam (2006:4) kondisi fisik adalah
kebutuhan fisiologi yang paling dasar bagi manusia untuk menjalani kehidupan.
Ketika kondisi fisik siswa terganggu, sementara ia dihadapkan pada situasi yag
menuntut pemikiran yang matang untuk memecahkan suatu masalah maka kondisi
seperti ini sangat mempengaruhi pikirannya. Ia tidak dapat berkonsentrasi dan
berpikir cepat karena tubuhnya tidak memungkinkan untuk bereaksi terhadap
respon yanga ada.
2) Motivasi:
Kort (1987) mengatakan motivasi merupakan hasil faktor internal dan eksternal.
Motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan ataupun pembangkit
tenaga seseorang agar mau berbuat sesuatu atau memperlihatkan perilaku tertentu
yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menciptakan minat adalah cara yang sangat baik untuk memberi motivasi pada diri
demi mencapai tujuan. Motivasi yang tinggi terlihat dari kemampuan atau
kapasitas atau daya serap dalam belajar, mengambil resiko, menjawab pertanyaan,
menentang kondisi yang tidak mau berubah kearah yang lebih baik, mempergunakan
kesalahan sebagai kesimpulan belajar, semakin cepat memperoleh tujuan dan
kepuasan, mempeerlihatkan tekad diri, sikap kontruktif, memperlihatkan hasrat
dan keingintahuan, serta kesediaan untuk menyetujui hasil perilaku.
3) Kecemasan:
keadaan emosional yang ditandai dengan kegelisahan dan ketakutan terhadap
kemungkinan bahaya. Menurut Frued dalam Riasmini (2000) kecemasan timbul secara
otomatis jika individu menerima stimulus berlebih yang melampaui untuk
menanganinya (internal, eksternal). Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat;
a) konstruktif, memotivasi individu untuk belajar dan mengadakan perubahan
terutama perubahan perasaan tidak nyaman, serta terfokus pada kelangsungan
hidup; b) destruktif, menimbulkan tingkah laku maladaptif dan disfungsi yang
menyangkut kecemasan berat atau panik serta dapat membatasi seseorang dalam
berpikir.
4) Perkembangan
intelektual: intelektual atau kecerdasan merupakan kemampuan mental seseorang
untuk merespon dan menyelesaikan suatu persoalan, menghubungkan satu hal dengan
yang lain dan dapat merespon dengan baik setiap stimulus. Perkembangan
intelektual tiap orang berbeda-beda disesuaikan dengan usia dan tingkah
perkembanganya. Menurut Piaget dalam Purwanto (1999) semakin bertambah umur
anak, semakin tampak jelas kecenderungan dalam kematangan proses.
2.4 Karakteristik
dalam berfikir kritis
Nickerson,
R. S. (1987), ahli dalam bidang berpikir, menandai bahwa berpikir kritis yang
baik dalam kaitannya dengan penggunaan istilah pengetahuan,
adalahkemampuan-kemampuan, sikap-sikap, dan cara-cara kebiasaan bertindak.
Adapun karakteristik berpikir krits tersebut adalah sebagai berikut:
a) menggunakan
bukti secara mahir dan seimbang, mengorganisir dan mengartikulasikan pikiran
secara singkat dan jelas
b) membedakan
kesimpu1an antara logik yang valid dengan kesimpulan-kesimpulan yang tidak
valid,
c) memberikan
alasan terhadap suatu keputusan,
d) memahami
perbedaan antara penalaran dan rasional,
e) berusaha
untuk mengantisipasi konsekuensi-konsekuensi yang mungkin daritindakan-tindakan
alternatif lain,
f) memahami
gagasan untuk derajat kepercayaan yang tinggi
g) melihat
persamaan dan analogi-analogi,
h) dapat
belajar secara bebas dan berminat akan melakukannya,
i)
menerapkan teknik-teknik pemecahan
masalah,
j)
sensitif terhadap perbedaan antara
kebenaran suatu kepercayaan dan intensitas dengan apa yang dapat dilaksanakan,
k) menyadari
kemungkinan kekeliruan,
l)
Berpikir kritis itu menurutnya ada 16 karakteristik,
yakni (1) menggunakan bukti secara baik dan seimbang, (2) mengorganisasikan
pemikiran dan mengungkapkannya secara singkat dan koheren, (3) membedakan
antara kesimpulan yang secara logis sah dengan kesimpulan yang cacat, (4)
menunda kesimpulan terhadap bukti yang cukup untuk mendukung sebuah keputusan,
(5) memahami perbedaan antara berpikir dan menalar, (6) menghindari akibat yang
mungkin timbul dari tindakan-tindakan, (7) memahami tingkat kepercayaan, (8)
melihat persamaan dan analogi secara mendalam, (9) mampu belajar dan melakukan
apa yang diinginkan secara mandiri, (10) menerapkan teknik pemecahan masalah
dalam berbagai bidang, (11) mampu menstrukturkan masalah dengan teknik formal,
seperti matematika, dan menggunakannya untuk memecahkan masalah, (12) dapat
mematahkan pendapat yang tidak relevan serta merumuskan intisari, (13) terbiasa
menanyakan sudut pandang orang lain untuk memahami asumsi serta implikasi dari
sudut pandang tersebut, (14) peka terhadap perbedaan antara validitas
kepercayaan dan intensitasnya, (15) menghindari kenyataan bahwa pengertian
seseorang itu terbatas, bahkan terhadap orang yang tidak bertindak inkuiri
sekalipun, dan (16) mengenali kemungkinan kesalahan opini seseorang kemungkinan
bias opini, dan bahaya bila berpihak pada pendapat pribadi.
2.5 Strategi dan Hal yang
berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis
1.Ketrampilan
Intelektual dan Perkembangan Kognitif
Pendekatan belajar
yang diperlukan dalam meningkatkan pemahaman terhadap materi yang dipelajari
dipengaruhi oleh perkembangan proses mental yang digunakan dalam berpikir
(perkembangan kognitif) dan konsep yang digunakan dalam belajar. Perkembangan
merupakan proses perubahan yang terjadi sepanjang waktu ke arah positif. Jadi
perkembangan kognitif dalam pendidikan merupakan proses yang harus difasilitasi
dan dievaluasi pada diri mahasiswa sepanjang waktu mereka menempuh pendidikan
termasuk kemampuan berpikir kritis. Rath et al (1966) menyatakan bahwa salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kemampuan berpikir kritis
adalah interaksi antara pengajar dan siswa. Mahasiswa memerlukan suasana
akademik yang memberikan kebebasan dan rasa aman bagi siswa untuk
mengekspresikan pendapat dan keputusannya selama berpartisipasi dalam kegiatan
pembelajaran.
Bloom mengelompokkan
ketrampilan intelektual dari ketrampilan yang sederhana sampai yang kompleks
antara lain pengetahuan/pengenalan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis,
dan evaluasi. Ketrampilan menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi pada
taksonomi Bloom merupakan ketrampilan pada tingkat yang lebih tinggi (Higher
Order Thinking) (Cotton K.,1991). Kesepakatan yang diperoleh dari hasil
lokakarya American Philosophical Association (APA, 1990) tentang komponen
ketrampilan intelektual yang diperlukan pada berpikir kritis antara lain interpretation,
analysis, evaluation, inference, explanation, dan self regulation(Duldt-Battey
BW, 1997).
Masing-masing komponen
tersebut merupakan kompetensi yang perlu disusun dan disepakati oleh para dosen
tentang perilaku apa saja yang seharusnya dapat ditunjukkan oleh mahasiswa pada
tiap-tiap komponen di tiap-tiap tingkat sepanjang program pendidikan.
Salah satu komponen
berpikir kritis yang perlu dikembangkan adalah ketrampilan intelektual.
Ketrampilan intelektual merupakan seperangkat ketrampilan yang mengatur proses
yang terjadi dalam benak seseorang. Berbagai jenis ketrampilan dapat dimasukkan
sebagai ketrampilan intelektual yang menjadi kompetensi yang akan dicapai pada
pogram pengajaran. Ketrampilan tersebut perlu diidentifikasi untuk dimasukkan
baik sebagai kompetensi yang ingin dicapai maupun menjadi pertimbangan dalam
menentukan proses pengajaran.
Bloom mengelompokkan
ketrampilan intelektual dari ketrampilan yang sederhana sampai yang kompleks
antara lain pengetahuan/pengenalan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis,
dan evaluasi. Ketrampilan menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi pada
taksonomi Bloom merupakan ketrampilan pada tingkat yang lebih tinggi (Higher
Order Thinking) (Cotton K.,1991). Kesepakatan yang diperoleh dari hasil
lokakarya American Philosophical Association (APA, 1990) tentang komponen
ketrampilan intelektual yang diperlukan pada berpikir kritis antara lain interpretation,
analysis, evaluation, inference, explanation, dan self regulation(Duldt-Battey
BW, 1997).
Masing-masing komponen
tersebut merupakan kompetensi yang perlu disusun dan disepakati oleh para dosen
tentang perilaku apa saja yang seharusnya dapat ditunjukkan oleh mahasiswa pada
tiap-tiap komponen di tiap-tiap tingkat sepanjang program pendidikan.
2.Strategi
pembelajaran berpikir kritis
Kember (1997)
menyatakan bahwa kurangnya pemahaman pengajar tentang berpikir kritis
menyebabkan adanya kecenderungan untuk tidak mengajarkan atau melakukan
penilaian ketrampilan berpikir pada siswa. Seringkali pengajaran berpikir
kritis diartikan sebagai problem solving, meskipun kemampuan memecahkan masalah
merupakan sebagian dari kemampuan berpikir kritis (Pithers RT, Soden R., 2000).
Review yang dilakukan
dari 56 literatur tentang strategi pengajaran ketrampilan berpikir pada
berbagai bidang studi pada siswa sekolah dasar dan menengah menyimpulkan bahwa
beberapa strategi pengajaran seperti strategi pengajaran kelas dengan diskusi
yang menggunakan pendekatan pengulangan, pengayaan terhadap materi, memberikan
pertanyaan yang memerlukan jawaban pada tingkat berpikir yang lebih tinggi,
memberikan waktu siswa berpikir sebelum memberikan jawaban dilaporkan membantu
siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir. Dari sejumlah strategi tersebut,
yang paling baik adalah mengkombinasikan berbagai strategi. Faktor yang
menentukan keberhasilan program pengajaran ketrampilan berpikir adalah
pelatihan untuk para pengajar. Pelatihan saja tidak akan berpengaruh terhadap
peningkatan ketrampilan berpikir jika penerapannya tidak sesuai dengan harapan
yang diinginkan, tidak disertai dukungan administrasi yang memadai, serta
program yang dijalankan tidak sesuai dengan populasi siswa (Cotton K., 1991).
Penulis menilai
strategi belajar kelas lebih sesuai pada pengajaran tingkat dasar dan menengah
seperti hasil-hasil penelitian yang dilaporkan pada artikel tersebut. Pada
pendidikan tingkat lanjut mahasiswa dipersiapkan untuk dapat belajar lebih mandiri
sebagai modal yang diperlukan pada saat bekerja. Artikel tersebut juga
melaporkan bahwa strategi pengajaran yang diarahkan melalui komputer (CAI)
mempunyai hubungan positif terhadap perkembangan intelektual dan pencapaian
prestasi. Strategi tersebut dapat menjadi pilihan dalam pendidikan tinggi,
sehingga mahasiswa dapat mengatur cara belajarnya secara mandiri
Strategi pengajaran berpikir kritis padamahasiswa dapat dilakukan dengan cara
memberikan penilaian menggunakan pertanyaan yang memerlukan ketrampilan
berpikir pada level yang lebih tinggi dan belajar ilmu dasar menggunakan kasus
yang ada pada lingkungan pada pokok bahasan mata kuliah . Setelah kuliah
pendahuluan, mahasiswa diberikan kasus serta sejumlah pertanyaan yang harus
dijawab beserta alasan sebagai penugasan. Jawaban didiskusikan pada pertemuan
berikutnya untuk meluruskan adanya kesalahan konsep dan memperjelas materi yang
belum dipahami oleh mahasiswa. Hasilnya menunjukkan bahwa mahasiswa pada
program tersebut menunjukkan prestasi yang lebih baik dalam mengerjakan
soal-soal hapalan maupun soal yang menuntut jawaban yang memerlukan telaah yang
lebih dalam. Mahasiswa juga termotivasi untuk belajar. Strategi
pengajaran yang seperti itu dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis,
yaitu:
1.
Dengan menggunakan konteks yang relevan
seperti masalah yang ada pada materi perkuliahan yang dipahami oleh mahasiswa
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis sekaligus meningkatkan prestasi
akademisnya.
2.
Cara penilaian yang memerlukan telaah yang
lebih dalam, mendorong siswa untuk belajar secara lebih bermakna daripada
sekedar belajar untuk menghapal.
Tulisan di atas menyatakan bahwa pertanyaan diberikan setelah memperoleh kuliah
pendahuluan konsep dasar dari ilmu dasar yang dipelajari. Hal ini menunjukkan
bahwa informasi yang diberikan telah disusun oleh dosen dengan konsep yang
jelas sehingga tidak memberikan pengalaman bagi mahasiswa untuk menentukan
informasi yang diperlukan
untuk membangun konsep sendiri. Sedangkan
salah satu karakter seorang yang berpikir kritis adalah self regulatory,
sehingga pengajaran tersebut dapat dikombinasikan dengan strategi
lain agar mahasiswa dapat menentukan informasi
secara mandiri. Hal tersebut juga tidak menjelaskan bagaimana proses diskusi
yang dilakukan pada kelas besar, sehingga setiap mahasiswa memperoleh
kesempatan untuk menyampaikan argumentasi dari jawaban pertanyaan yang
diberikan. Penulis beranggapan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong
siswa untuk berpikir kritis dapat dimasukkan ke dalam study guide sebagai
salah satu sumber belajar ketika mahasiswa dalam belajar mandiri pada strategi
Problem Based Learning.
Pembelajaran
kolaboratif melalui diskusi kelompok kecil juga direkomendasikan sebagai
strategi yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Resnick L., 1990;
Rimiene V., 2002; Gokhale A.A., 2005). Dengan berdiskusi siswa mendapat
kesempatan untuk mengklarifikasi pemahamannya dan mengevaluasi pemahaman siswa
lain, mengobservasi strategi berpikir dari orang lain untuk dijadikan panutan,
membantu siswa lain yang kurang untuk membangun pemahaman, meningkatkan
motivasi, serta membentuk sikap yang diperlukan seperti menerima kritik dan
menyampaikan kritik dengan cara yang santun.
3.Evaluasi
kemampuan berpikir kritis
Evaluasi merupakan
proses pengukuran pencapaian tujuan yang diinginkan dengan menggunakan metode
yang teruji validitas dan reliabilitasnya. Beberapa penelitian mengevaluasi
kemampuan berpikir kritis dari aspek ketrampilan intelektual seperti ketrampilan
menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi dengan menggunakan
pertanyaan-pertanyaan yang berbasis taxonomi Bloom. Sedangkan tujuan pengajaran
berpikir kritis meliputi ketrampilan dan strategi kognitif, serta sikap.
Colucciello
menggabungkan berbagai elemen yang digunakan dalam penelitian dan komponen
pemecahan masalah keperawatan serta kriteria yang digunakan dengan komponen
ketrampilan dan sikap berpikir kritis. Elemen tersebut antara lain menentukan
tujuan, menyusun pertanyaan atau membuat kerangka masalah, menunjukkan bukti,
menganalisis konsep, interpretasi, asumsi, perspektif yang digunakan,
keterlibatan, dan kesesuaian. Dengan kriteria antara lain: kejelasan,
ketepatan, ketelitian, keterkaitan, keluasan, kedalaman, dan logikal2.
Dia juga membandingkan dengan inventory yang sudah ada seperti California
Critical Thinking Test (CCTT) untuk mengevaluasi ketrampilan berpikir kritis
dan Critical Thinking Disposition Inventory (CTDI) untuk mengevaluasi sikap
berpikir kritis.
Evaluasi juga menilai
kesesuaian rencana dengan penerapan di lapangan (evaluasi proses) yang termasuk
di dalamnya adalah mengevaluasi budaya akademik dalam kelas dan budaya akademik
dalam fakultas yang dilakukan secara sistematis baik oleh dosen maupun
administrator yang dinyatakan oleh Orr and Klein, 1991. Penilaian mahasiswa
terhadap dosen dapat menggunakan berbagai karakteristik sikap yang menghambat
atau mendorong kemampuan berpikir kritis yang telah dibahas sebelumnya.
Strategi pengajaran
yang mendorong mahasiswa berpikir kritis terhadap pokok bahasan pada
perkuliahan dapat menggunakan berbagai strategi pengajaran yang menggunakan
pendekatan di bawah ini:
·
Pembelajaran Aktif
·
Pembelajaran Kolaboratif
·
Pembelajaran Kontekstual
·
Menggunakan pendekatan higher order thinking
·
Self directed learning
Kombinasi dari
berbagai strategi di lebih dianjurkan oleh karena dapat mencapai berbagai aspek
dari komponen berpikir kritis. Teknologi pengajaran yang menerapkan kombinasi
dari berbagai strategi yang ada saat ini misalnya Problem Based Learning (PBL).
2.6 Pengembangan
dan Penerapan Berfikir Kritis dalam Pembelajaran Sejarah
Definisi berpikir masih diperdebatkan dikalangan pakar
pendidikan. Diantara mereka masih terdapat pandangan yang berbeda-beda.
Walaupun tafsiran mereka itu berbeda-beda, namun umunya para tokoh pemikir
bersetuju bahwa pemikiran dapat dikaitkan dengan proses untuk membuat keputusan
dan menyelesaikan masalah. Berpikir ialah proses menggunakan pikiran untuk
mencari makna dan pemahaman terhadap sesuatu, menerokai pelbagai kemungkinan
idea atau ciptaan dan membuat pertimbangan yang wajar, bagi membuat keputusan
dan menyelesaikan masalah dan seterusnya membuat refleksi dan metakognisi
terhadap proses yang dialami. Berpikir adalah kegiatan memfokuskan pada
eksplorasi gagasan, memberikan berbagai kemungkinan-kemungkinan dan mencari
jawaban-jawaban yang lebih benar.
Dalam konteks pembelajaran, pengembangan kemampuan
berpikir ditujukan untuk beberapa hal, diantaranya adalah (1) mendapat latihan
berfikir secara kritis dan kreatif untuk membuat keputusan dan menyelesaikan
masalah dengan bijak, misalnya luwes, reflektif, ingin tahu, mampu mengambil
resiko, tidak putus asa, mau bekerjasama dan lain lain, (2) mengaplikasikan
pengetahuan, pengalaman dan kemahiran berfikir secara lebih praktik baik di
dalam atau di luar sekolah, (3) menghasilkan idea atau ciptaan yang kreatif dan
inovatif, (4) mengatasi cara-cara berfikir yang terburu-buru, kabur dan sempit,
(5) meningkatkan aspek kognitif dan afektif, dan seterusnya perkembangan
intelek mereka, dan (6) bersikap terbuka dalam menerima dan memberi pendapat,
membuat pertimbangan berdasarkan alasan dan bukti, serta berani memberi
pandangan dan kritik.
Pengembangan kemampuan berpikir mencakup 4 hal, yakni
(1) kemampuan menganalisis, (2) membelajarkan siswa bagaimana memahami
pernyataan, (3) mengikuti dan menciptakan argumen logis, (4) mengiliminir jalur
yang salah dan fokus pada jalur yang benar (Harris, 1998). Dalam konteks itu
berpikir dapat dibedakan dalam dua jenis yakni berpikir kritis dan berpikir
kreatif. Bila dielaborasi perbedaan kedua jenis berpikr tersebut adalah
sebagai berikut:
Tabel 1:
Perbandingan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif.
No
|
Berpikir Kritis
|
Berpikir Kreatif
|
1
|
Analitis
|
Mencipta
|
2
|
Mengumpulkan
|
Meluaskan
|
3
|
Hirarkis
|
Bercabang
|
4
|
Peluang
|
Kemungkinan
|
5
|
Memutuskan
|
Menggunakan keputusan
|
6
|
Memusat
|
Menyebar
|
7
|
Obyektif
|
Subyektif
|
8
|
Menjawab
|
Sebuah jawaban
|
9
|
Otak kiri
|
Otak kanan
|
10
|
Kata-kata
|
Gambaran
|
11
|
Sejajar
|
Hubungan
|
12
|
Masuk Akal
|
Kekayaan, kebaruan
|
13
|
Ya, akan tetapi....
|
Ya, dan ………
|
1. Berpikir Kritis
Berpikir kristis adalah berpikir secara beralasan dan
reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus
dipercayai atau dilakukan. Berikut adalah contoh-contoh kemampuan berpikir kritis,
misalnya (1) membanding dan membedakan, (2) membuat kategori, (2) meneliti
bagian-bagian kecil dan keseluruhan, (3) menerangkan sebab, (4) membuat sekuen
/ urutan, (5) menentukan sumber yang dipercayai, dan (6) membuat ramalan.
Menurut Perkin (1992), berpikir kritis itu memiliki 4
karakteristik, yakni (1) bertujuan untuk mencapai penilaian yang kritis
terhadap apa yang akan kita terima atau apa yang akan kita lakukan dengan
alasan logis, (2) memakai standar penilaian sebagai hasil dari berpikir kritis
dan membuat keputusan, (3) menerapkan berbagai strategi yang tersusun dan
memberikan alasan untuk menentukan dan menerapkan standar, (4) mencari dan
menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang
dapat mendukung suatu penilaian. Sedangkan Beyer (1985) mengatakan bahwa
kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan (1) menentukan kredibilitas suatu
sumber, (2) membedakan antara yang relevan dari yang tidak relevan, (3)
membedakan fakta dari penilaian, (4) mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi
yang tidak terucapkan, (5) mengidentifikasi bias yang ada, (6) mengidentifikasi
sudut pandang, dan (7) mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung
pengakuan, Menurut Harris, Robert (1998) indikasi kemampuan berpikir kristis
ada 13, yakni (1) analytic, (2) convergent, (3) vertical, (4) probability, (5)
judgment, (6) focused, (7) Objective, (8) answer, (9) Left brain, (10) verbal,
(11) linear, (12) reasoning, (13) yes but.
Berpikir kritis menurut Schafersman, S.D. (1991)
adalah berpikir yang benar dalam rangka mengetahui secara relevan dan reliable
tentang dunia. Berpikir kritis, adalah berpikir beralasan, mencerminkan,
bertanggungjawab, kemampuan berpikir, yang difokuskan pada pengambilan
keputusan terhadap apa yang diyakini atau yang harus dilakukan. Berpikir kritis
adalah berpik mengajukan pertanyaan yang sesuai, mengumpulkan informasi yang
relevan, mengurutkan informasi secara efisien dan kreatif, menalar secara
logis, hingga sampat pada kesimpulan yang reliable dan terpercaya.
Metode ilmiah merupakan metode paling ampuh yang
pernah ditemukan manusia dalam rangka mengumpulkan pengetahuan. yang relevan
dan reliabel tentang alam. Metode non ilmiah lebih mengarah pada emosi dan
harapan umat manusia dan lebih mudah dipelajari dan dipraktekkan daripada
metode ilmiah. Meningkatkan pengajaran metode ilmiah dan manifestasinya yang
terkenal yaitu berpikir kritis.
Berpikir kritis dapat diajarkan melalui:(1)
perkuliahan, (2) laboratorium, (3) tugas rumah, (4) Sejumlah latihan, (5)
Makalah, dan (6) ujian. Dengan demikian berpikir kritis dapat dimasukkan dalam
kurikulum dengan mempertimbangkan: (1) siapa yang mengajarkan, (2) apa yang
diajarkan, (3) kapan mengajarkan, (4) bagaimana mengajarkan, (5) bagaimana
mengevaluasi, dan (6) menyimpulkan.
Sejumlah tujuan dalam mengembangkan kemampuan berpikir
kritis diantaranya adalah (1) memberikan guru umum tentang konsep dalam rangka
mencapai tujuan melalui petunjuk yang membantu, (2) merancang pembelajaran
dengan menggunakan web dan isu yang bermanfaat, (3) memadukan berbagai hasil
guruan, (4) mendorong komunitas belajar di dalam kelas, (5) menciptakan
kesempatan berpikir kritis yang menyenangkan dan relevan bagi siswa.
Sedangkan strategi yang dapat digunakan guru dalam
mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa antara lain adalah (1) mengadakan
alas penilaian untuk memberikan final siswa. Menciptakan masalah merupakan 20%
dari keseluruhan nilai, (2) mendeskripsikan syarat pelajaran secara mendetail
sesuai silabus dengan menambah area online (alamat website) yang dapat
menyediakan akses informasi secara mudah, (3) memberikan orientasi pelajaran,
(4) instruktur memberi pendapat untuk siswa dalam pemberian masalah lewat
e-mail untuk memberi penguatan yang positif, dan beberapa hasil pelajaran
dipadukan setelah pembelajaran usai.
Mengembangkan
sifat berpikir kritis
Sifat
intelektual seorang perlu dikembangkan dandiasah agar menjadi pemikir yang
kritis. Tidak adaresep yang instan untuk mengembangkan
sifatsifatintelektualitasdari seorang pemikir kritis. Sebabberpikir kritis
dikembangkan berdasarkan konsep-konsep dan prinsip, ketimbangprosedur yang
kaku, atau resep tertentu. Berpikir kritis menggunakan tidak hanya logika (baik
logika formal maupun informal), tetapi juga kriteria intelektual yang lebih luas,
meliputi kejelasan, kepercayaan (credibility), akurasi, presisi (ketelitian),
relevansi, kedalaman, keluasan, dan signifikansi (kemaknaan). Salah satu cara
yang penting untuk mengembangkan sifat-sifat berpikir kritis adalahmempelajari
seni untuk menunda penarikan kesimpulan definitif. Caranya adalah
menerapkanorientasi persepsi ketimbang menarik kesimpulan final terlalu dini.
Sebagai contoh, ketika membaca sebuah novel, menonton film, mengikuti diskusi atau dialog, hindari
kecenderungan untuk menghakimi atau menarik kesimpulan tetap. Untuk melatih
berpikir kritis,seorang perlu menyadari dan menghindari adanya kecenderungan
untuk melakukan kesalahan-kesalahan yang menyebabkan orang tidak berpikir
kritis, antara lain sebagai berikut:
1. Dalam suatu argumen terlalu mengeneralisasi posisi atau
keadaan. Sebagai contoh, dalam suatu argumen terdapat kecenderungan untuk
mengira semua orang tahu, padahal tidak setiap orang tahu. Demikian juga
mengira semua orang tidak tahu, padahal ada orang yang tahu. Pemikir kritis
berhati-hati dalam menggunakan kata “semua”, atau “setiap”. Lebih aman
menggunakan kata “sebagian besar”, atau “beberapa”.
2. Menyangka bahwa setiap orang memiliki bias (keberpihakan) di
bawah sadar, lalu mempertanyakan pemikiran refleksif yang dilakukan orang lain.
Pemikir kritis harus bersedia untuk menerima kebenaran argument orang lain.
Perdebatan tentang argumen bisa saja menarik, tetapi tidak selalu berarti bahwa
argumen sendiri benar.
3. Mengadopsi pendapat yang ego-sensitif. Nilainilai, emosi,
keinginan, dan pengalaman seorang mempengaruhi keyakinan dan kemampuan orang
untuk memiliki pemikiran yang terbuka. Pemikir kritis harus menyingkirkan
kesalahan ini dan mempertimbangkan untuk menerima informasi dari luar.
4. Mengingat kembali keyakinan lama yang dipercaya dengan kuat
tetapi sekarang ditolak.
5. Kecenderungan untuk berpikir kelompok, suatu keadaan di mana
keyakinan seorang dibentuk oleh
pemikiran orang-orang disekitarnya ketimbang apa yang ia sendiri alami atau
saksikan.
BAB III PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Berpikir kritis merupakan
salah satu keterampilan tingkat tinggi yang sangat penting diajarkan kepada
siswa selain keterampilan berpikir
kreatif. berpikir
kritis itu memiliki 4 karakteristik, yakni (1) bertujuan untuk mencapai
penilaian yang kritis terhadap apa yang akan kita terima atau apa yang akan
kita lakukan dengan alasan logis, (2) memakai standar penilaian sebagai hasil
dari berpikir kritis dan membuat keputusan, (3) menerapkan berbagai strategi
yang tersusun dan memberikan alasan untuk menentukan dan menerapkan standar,
(4) mencari dan menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai
bukti yang dapat mendukung suatu penilaian.
Berpikir
kritis dapat diajarkan melalui:(1) perkuliahan, (2) laboratorium, (3) tugas
rumah, (4) Sejumlah latihan, (5) Makalah, dan (6) ujian. Dengan demikian
berpikir kritis dapat dimasukkan dalam kurikulum dengan mempertimbangkan: (1)
siapa yang mengajarkan, (2) apa yang diajarkan, (3) kapan mengajarkan, (4)
bagaimana mengajarkan, (5) bagaimana mengevaluasi, dan (6) menyimpulkan.
DAFTAR
PUSTAKA
thanks gan..... ><
BalasHapushttps://www.uma.ac.id/berita/diskusi-ilmiah-bagi-para-dosen-di-lingkungan-universitas-medan-area-dengan-tema-critical-thinking
BalasHapus